Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani

 

كِتَابُ اَلْحَجِّ

Kitab Haji

 

بَابُ اَلْإِحْرَامِ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهِ

BAB SEPUTAR IHRAM DAN YANG TERKAIT DENGANNYA

 

 

Hadits #731

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: { أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ ( سُئِلَ: مَا يَلْبَسُ اَلْمُحْرِمُ مِنْ اَلثِّيَابِ? فَقَالَ: ” لَا تَلْبَسُوا الْقُمُصَ, وَلَا اَلْعَمَائِمَ, وَلَا السَّرَاوِيلَاتِ, وَلَا اَلْبَرَانِسَ, وَلَا اَلْخِفَافَ, إِلَّا أَحَدٌ لَا يَجِدُ اَلنَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ اَلْخُفَّيْنِ وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ اَلْكَعْبَيْنِ, وَلَا تَلْبَسُوا شَيْئًا مِنْ اَلثِّيَابِ مَسَّهُ اَلزَّعْفَرَانُ وَلَا اَلْوَرْسُ” } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang pakaian yang dipakai oleh orang yang berihram. Beliau bersabda, “Tidak boleh memakai gamis (baju), surban, celana, penutup kepala, dan sepatu kecuali seseorang yang tidak memakai sandal, ia boleh mengenakan sepatu. Namun, hendaklah ia memotong bagian yang lebih bawah dari mata kaki. Jangan memakai pakaian yang terkena za’faran dan wars.” (Muttafaqun ‘alaih dan lafaznya dari Imam Muslim). [HR. Bukhari, no. 1542 dan Muslim, no. 1177]

 

Faedah hadits

  1. Pakaian yang dimaksudkan dalam hadits ini bagi orang yang berihram adalah untuk laki-laki.
  2. Yang dilarang dipakai bagi orang yang berihram itu sedikit sekali, hanya terbatas. Yang tidak disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang mirip seperti itu masih dibolehkan untuk dipakai oleh yang berihram. Inilah bukti tingkat balaghoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang luar biasa, juga membuktikan bagaimana kepandaian beliau dalam menjawab.
  3. Pakaian yang dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dikenakan adalah: (1) qamis, yaitu pakaian yang memiliki lengan, yang dilarang pula kaos, jubah, dan kemeja, (2) imamah, yaitu penutup kepala, yang dilarang pula kopiah, (3) sarowil, yaitu pakaian bawah seperti celana, yang dilarang pula celana pendek dan celana dalam, (4) burnus, yaitu pakaian yang menutupi kepala dan badan, yang dilarang pula abaya (mantel), (5) khuf, yaitu yang menutupi kaki terbuat dari kulit, yang dilarang pula sepatu dan kaos kaki.
  4. Lima hal di atas dilarang bertujuan: (1) agar menjauhkan dari hidup mewah, lebih dari hal yang biasa dikenakan, (2) orang yang berihram tampak seperti orang yang tunduk dan zuhud, (3) orang-orang yang berihram semuanya berpakaian sama, tak tampak saling berbangga diri, (4) ibadah yang dilakukan sejatinya lebih besar dibandingkan dengan pakaian yang dikenakan, (5) lebih fokus untuk memperbanyak dzikir dan makin dekat kepada Allah, serta berusaha menjauhi maksiat, (6) lebih banyak mengingat mati karena pakaian ihram mengingatkan pada kain kafan yang dikenakan saat meninggal dunia, (7) mengingatkan pada hari berbangkit kelak. Inilah beberapa rahasia di balik larangan ihram.
  5. Kaidah larangan ihram: SEGALA YANG MENYELIMUTI BADAN ATAU BAGIAN DARINYA ATAU SEBAGIAN ANGGOTANYA, MAKA ORANG YANG BERIHRAM (MUHRIM) TERLARANG MELAKUKANNYA.
  6. Yang masih boleh dikenakan adalah na’lain, yaitu sandal. Namun, jika tidak mendapati sandal, bisa menggunakan khuf, tetapi bagian di bawah mata kaki sehingga mirip dengan sandal. Namun, perintah ini telah dihapus (dinaskh). Yang menaskh (menghapus) adalah hadits Ibnu ‘Abbas yang menyebutkan bahwa jika tidak mendapati na’lain, hendaklah menggunakan khuf. Jika tidak mendapati izar (sarung bawah), hendaklah mengenakan sarowil (celana).
  7. Wanita berihram dengan pakaian apa saja tanpa ada ketentuan warna tertentu, selama pakaian tersebut bukan pakaian untuk berhias diri dan enak dipandang. Wanita lebih baik menggunakan kaos kaki. Namun, yang tidak boleh dikenakan adalah: (1) niqob, yaitu kain yang hanya meninggalkan lubang mata; dan (2) qofaz, yaitu sarung yang memiliki jari yang masuk ke telapak tangan atau kita sebut dengan sarung tangan.
  8. Laki-laki hendaklah menggunakan izar dan rida’. Izar adalah yang menutupi di tengah dari pusar ke bawah untuk menutupi aurat. Rida’ adalah yang menutupi pundak.
  9. Wars adalah tanaman yang menimbulkan wangi, warnanya itu merah. Za’faran adalah wewangian. Yang dilarang bagi yang berihram adalah mengenakan wangi-wangian yang dimaksudkan untuk berpenampilan wangi, sehingga bau dari buah-buahan tidak termasuk dalam larangan. Larangan ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan.
  10. Jika ada perban yang menutupi kepala tetap diharamkan. Jika memang dibutuhkan seperti menutupi yang terluka atau sobek, hendaklah menunaikan fidyah.

 

Catatan dari Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Islamqa, Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 172289:

  • Tujuan melarang wanita menggunakan niqab saat ihram bukanlah agar dia membiarkan wajahnya terbuka di hadapan orang laki-laki asing. Justru dia harus menutup wajahnya dengan selain niqob dan burqu.
  • Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkan wanita yang sedang ihram untuk membuka wajahnya. Yang beliau larang hanya menggunakan niqob. Kedua masalah tersebut berbeda. Seorang wanita dilarang untuk memakai niqob, tetapi hendaknya dia menutup wajahnya tanpa menggunakan niqob, seperti dengan kain yang dijulurkan.

 


Referensi:

  • Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 5:215-219.
  • Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 2:602-603.

 

 

Diselesaikan di Jeddah di Kereta Jeddah – Madinah, 19 Dzulqa’dah 1444 H, 8 Juni 2023, disempurnakan di Madinah, 23 Dzulqa’dah 1444 H, 12 Juni 2023

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com



Sumber https://rumaysho.com/36940-inilah-pakaian-yang-dilarang-bagi-laki-laki-saat-ihram-dan-hikmah-larangan-ihram.html