Bagaimana hukum wanita yang berhaji tanpa mahram? Sahkah? Berdosakah? Apakah dibolehkan seorang istri berangkat haji sendiri tanpa ditemani oleh suami?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لَيْسَ مَعَهَا حُرْمَةٌ

Seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak boleh melakukan perjalanan jauh (safar) sejauh perjalanan sehari semalam kecuali dengan mahramnya.” (HR. Bukhari no. 1088 dan Muslim no. 1339)

Dalam lafazh Muslim disebutkan,

لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ

Seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak boleh melakukan perjalanan jauh (safar) sejauh perjalanan sehari kecuali jika bersama mahramnya.” (HR. Muslim no. 1339).

Hadits di atas mengandung faedah, hukumnya haram jika wanita bersafar (menempuh perjalanan jauh) tanpa adanya mahram. Itu berarti siapa yang tidak mendapatkan mahramnya, maka ia haram melakukan safar, apa pun safarnya termasuk safar ibadah.

Dipersyaratkan wanita harus memiliki mahram untuk melakukan safar haji. Jika wanita tidak memiliki mahram yang menemaninya, maka gugur kewajiban haji untuknya (walau wanita tersebut mampu secara finansial dan fisik, -pen). Inilah pendapat mayoritas ulama yang menyelisihi pendapat sebagian ulama Malikiyah dan pendapat Syafi’iyah. Mereka berpendapat bahwa cukup bersafar dengan orang yang dapat memberikan rasa aman. Namun syarat ini bertentangan dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ

Kecuali bersama mahramnya.” Demikian penjelasan guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam Syarh Umdatil Fiqh, hal. 471.

Dipersyaratkan mahram haruslah:

(1) baligh,

(2) berakal,

(3) wanita terus dalam pengawasan mahram. Sehingga tidak boleh mahram ini digantikan dengan yang bukan mahram.

Siapa yang jadi mahram di sini? Yaitu suami, yang menjadi mahram selamanya (ta’bid), mahram karena nasab atau mahram karena sebab persusuan.